Vier mau jadi Penjahat

Dialog mencengangkan dengan Vier kembali terjadi. Dialog yang menggelitik dan mendorongku untuk menuliskannya. 


Begini situasinya:
Pagi hari, sekitar pukul 08.00 WIB, aku dan Eri bersiap berangkat kerja. Vier sudah mandi, siap main ke lapangan dekat rumah. Emak, ibu-ibu paruh baya yang bertugas menemani Vier sepanjang hari, sudah siap dengan semangkuk sarapan untuk Vier. Emak akan menyuapi Vier, sembari ia main di lapangan dengan teman-temannya. Nti - begitu Vier memanggilnya - ibunya Eri, juga sudah siap ke lapangan, menunggu Vier siap-siap dengan mainannya, sambil menyapu halaman.




"Vieer..Vieer..", Raka - 4 tahun - anak laki-laki berusia satu tahun lebih tua daripada Vier, memanggil Vier, mengajaknya main bersama di lapangan dekat rumah. Raka membawa sebuah pistol mainan pagi ini.

"Woooooiiiiiii........", mendengar teriakan Raka, Vier meluncur dari dalam rumah, memakai sandal nyaris terbalik, menyambut panggilan Raka. Melihat Raka membawa pistol mainan, Vier seperti tak mau ketinggalan. Ia kembali masuk ke rumah, mencari pistol mainannya.


Situasi berikutnya, pasti bisa ditebak. Ya, mereka bermain pistol mainan, beradu tembak, diselingi teriakan.
Aku dan Eri masih bersiap. Eri mulai mengeluarkan motornya, aku menyusul di belakangnya. Melihatku keluar, kedua anak tersebut dengan kompaknya mengarahkan tembakannya kepadaku. Aku terkejut, kemudian pura-pura kesakitan karena tertembak. Rupanya, drama ini membuat mereka semakin senang. Mereka justru semakin semangat mengarahkan tembakannya kepadaku.

"Bunda kerja dulu ya..", kataku pada Vier.

"Peluk..", katanya.

Maka ritual pagi menjelang berangkat kerja, dimulai. Vier meraih tanganku, menempelkan punggung tanganku di keningnya. Setelahnya, ia akan mundur beberapa langkah, menungguku berjongkok dan merentangkan kedua tangan, sambil berteriak, "Viieeerr..". Ia pun langsung berlari ke arahku, menubrukku, menyorongkan pipinya ke pipiku. Cium sambil melingkarkan tangan mungilnya di leherku, bersambut pelukan dan tepukan lembutku di punggungnya,  "Bunda sayang Vier..Bunda kerja dulu ya..Vier main..", bisikku di dekat telinganya.


Pelan, ia melepaskan pelukannya. 

"Ini Vier lagi jadi apa? Polisi atau penjahat?", tanyaku.

"Penjahat.", jawabnya riang.

"Penjahat? Penjahat itu yang kaya apa ya?", tanyaku memancing.

"Ituu...yang kerjaannya nangkep-nangkepin polisi", jawabnya riang.

"????", aku bengong, antara ingin tertawa dan mencoba memahami cara berpikirnya. Selama ini, yang Vier tahu tentang polisi adalah orang yang bertugas untuk menangkap penjahat, sedangkan ia belum pernah tahu apa itu penjahat. Berdasarkan pengetahuannya itu, ia kemudian membangun logika sendiri, dengan cara membalikkannya. Kalau polisi adalah orang yang bertugas menangkap penjahat, maka penjahat adalah orang yang bertugas menangkap polisi, begitulah kira-kira logika yang dibangun Vier.

"Vier..Vier jadi polisi aja, jangan jadi penjahat. Kalau jadi polisi, baik.", kata Nti, mencoba mengoreksi.

"Gak pa-pa, Nti. Vier jadi penjahat yang baik", jawabku. 

Vier sudah lepas dari pelukanku, berlari, kembali bermain dengan Raka. Mereka kembali saling menembak.

Mendengar ucapku, Nti langsung terdiam dan kembali menekuni aktivitasnya - menyapu halaman. Sekilas, sempat tertangkap olehku raut mukanya berubah.

---

Aku mulai perjalanan antar kota antar propinsi hari ini, berangkat kerja. Sepanjang perjalanan menuju kantor, aku tidak bisa berhenti memikirkan kejadian pagi ini, bahkan mengalihkannya pun tak sanggup. Banyak hal tentangnya berseliweran di kepalaku, tak mau beranjak dari sana.



Polisi dan Penjahat. Dalam logikamu, Polisi adalah orang yang menangkap penjahat, dan kamu membalik definisi itu menjadi Penjahat adalah orang yang menangkap polisi. Ah, Nak, kamu sedang membangun logikamu. Dimatamu, keduanya adalah orang yang melakukan sebuah pekerjaan, sudah. Belum ada nilai bahwa polisi itu baik dan penjahat itu buruk, dikotomi nilai yang umum berkembang di masyarakat. Walaupun kita juga melihat kenyataan bahwa ada juga (kalau tidak mau bilang semua) polisi yang buruk dan penjahat yang baik. Kamu jadi mengingatkan Bunda, bahwa apapun pekerjaannya, setiap orang bisa baik dan bisa juga buruk.

Ah, Vier. Kalau soal mengaduk - aduk hati dan pikiran Bunda, Kamu memang jagonya, Nak. Harus Bunda akui, Kamu berhasil menjungkirbalikkan banyak hal yang selama ini Bunda yakini dan mungkin (sebagiannya) Bunda anggap benar. Kamu juga berhasil menguatkan Bunda, meyakinkan Bunda tentang hal-hal yang Bunda masih ragukan dan butuh pembuktian.

Satu hal yang Bunda yakini, Nak. Cinta Bunda untukmu makin bertumbuh setiap harinya. Semoga ini cinta yang membebaskan. Cinta yang bisa membuat Bunda menghargai setiap pilihan hidupmu, dan tetap waras ketika mencintaimu. 

Love you as always, Vier.





Vier bertanya : Orang Meninggal Berdoanya Gimana?

"Bun, kalau orang meninggal berdoanya gimana?", pertanyaan itu tiba - tiba terlontar dari bibir mungilnya. 

"Ha? Doa orang meninggal?", aku kaget, setengah gelagapan juga menghadapi pertanyaan aneh yang mendadak begini.


"Iyaaa. Orang meninggal berdoanya gimana?", Vier kembali menegaskan pertanyaannya.


"Hmm...mungkin begini, Ya Allah, ampunilah ia, terimalah semua amalnya, dan tempatkanlah ia di sisi-Mu", jawabku, berharap ia mengerti.


"Kalau orang yang ga meninggal?", alamaaakk...apa pula ini?


"Oohh..kalau yang belum meninggal berdoanya mungkin begini, 'Kuatkanlah kami menerima semua kenyataan ini, dan karuniakanlah kesabaran pada kami sepeninggalnya ya, Allah', begitu.", jawabku, jadi deg-degan, kok tiba - tiba muncul pertanyaan seperti ini. Kucoba klarifikasi, "Vier, kok tiba-tiba nanya orang meninggal berdoanya gimana, emang ada apa sih?", aku penasaran banget. Ada apa dibalik semua pertanyaan itu?


"Kalau kita, kan berdoanya begini (sambil menengadahkan kedua tangannya, ambil posisi berdoa setelah sholat), kuat kan tangannya (maksudnya mungkin masih sanggup menengadahkan tangan ketika berdoa). Kalau orang meninggal kan gak gerak-gerak lagi tuh, terus dikubur, itu tangannya gimana?", waaaaksss....itu toh maksudnyaaa...


Terrruuuuuussss...aku gimana jawabnyaaaah? Aku juga belum pernah lihat posisi orang meninggal di dalam kuburnya berdoa...duuuuhh..kenapa pertanyaannya susah banget siiyyy..


"Hmmmm...gimana ya? Bunda belum pernah lihat orang meninggal terus dikubur, berdoanya gimana siy..tapi, orang meninggal kan tangannya sedekap gini ya... (sambil mempraktekkan tangan sedekap).", jawabku hati - hati, alias takut ditanya yang lebih sulit lagiii.


"Oooohh gituuuuu...", jawabnya sambil ngeloyor pergi, main lagi.


Lha? Udah?? Gitu doang?? Naaahh...aku yang sekarang jadi penasaran, orang yang sudah meninggal, masih bisa  berdoa ga siyy??