Ini adalah cerita beberapa minggu yang lalu, ketika Vier mulai terlihat sangat "terobsesi" dengan ikan. Sebenarnya sudah hampir 2 bulan terakhir ini, Vier menjadi sangat tertarik dengan ikan. Tepatnya sejak ia bisa mengucapkan kata "ikan" dengan sempurna. Sebelumnya, penguacapan Vier untuk kata ikan adalah "itan" atau kadang ia singkat menjadi "tan".Ikan sebenarnya bukan obyek mainan baru bagi Vier. Sebelum ia berumur 1 tahun pun, ia sudah mengenal ikan.
Awal perkenalan Vier dengan ikan terjadi ketika Umi, pengasuhnya, sering membawanya bermain ke mushola dekat rumah. Di samping mushola terdapat kali kecil, atau lebih tepat disebut parit, yang mengalir dan banyak ikan kecil di sana. Vier betah berlama-lama memandangi ikan-ikan kecil yang berenang di kali itu. Ketika belum lancar berjalan, ia hanya memandangi ikan-ikan kecil itu di pinggir kali. Ketika kaki mungilnya telah mampu menapak, Vier menemukan permainan baru di kali itu, yaitu memungut daun-daun kering, membuangnya ke kali, dan melihatnya terhanyut dibawa arus kali yang tak begitu deras. Seiring dengan kemampuan berjalannya, tak hanya daun kering yang ia lempar ke kali, bahkan sandalnya pun dilempar ke kali.Vier sangat menikmati ritualnya itu. Hampir setiap pagi, setelah mandi, diiring Mbak Ana, pengasuh barunya, Vier berjalan menuju mushola. Sampai di depan mushola, ia akan masuk ke halaman rumah Bu Ali, tetangga kami yang punya persediaan banyak daun kering untuk Vier, memanggil Kakak Shofa, cucu Bu Ali, mengajaknya bermain bersama. Permainan yang selalu mereka lakukan setiap hari, memungut daun kering, membuangnya ke kali, dan mengamati daun-daun itu melaju, hanyut.
Mbak Ana adalah pengasuh yang sangat kreatif. Melihat Vier dan Kakak Shofa yang gemar ikan dan membuang daun kering, ia berinisiatif untuk menangkap ikan-ikan kecil itu. Alhasil, bukan hanya Vier dan Kakak Shofa yang menikmati permainan ini, Mbak Ana pun tak kalah senangnya. Ia mengambil pengki untuk menangkap ikan-ikan kecil di kali, kemudian memasukkannya ke dalam botol air mineral, yang ia minta dari Bu Ali. Vier dan Kakak Shofa kegirangan, berlari pulang sambil membawa botol air mineral berisi ikan kecil.
Sejak itulah Vier mulai mengamati ikan. Ia mulai bertanya tentang bagian tubuh ikan. Ia mulai mengeja mata, ekor, perut, mulut, gigi, kepala, sirip. Setiap ia menemukan gambar ikan, dimanapun, maka ia akan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk mengeja anggota tubuh ikan.
Ikan yang sangat menarik dan keren, sekaligus membuat Vier penasaran adalah ikan hiu. Ia selalu minta digambarkan ikan hiu, lengkap dengan gigi tajamnya, dan ia akan langsung berseru,"Tatut..tatut..".
Ketika kutanya, "Takut apa, Vier?",
Ia menjawab, "Tan iyu",
"Kenapa?"
"Tadem"
"Apanya?"
"Didi"
Olala..Rupanya dia punya imajinasi tersendiri tentang ikan hiu, yang besar dan giginya tajam, membuatnya takut. Walaupun sebenarnya perlu diklarifikasi juga apa yang dimaksud Vier dengan "takut". Jangan-jangan "takut" yang dimaksudnya adalah penasaran, ingin tahu lebih banyak, karena biarpun ia bilang "takut" berkali-kali, tokh, ikan hiu tetap menjadi favoritnya.
---
Pagi itu, seperti biasa Vier mandi ditemani ikan plastik kesukaannya.
"Itu ikan apa, Vier?"
"I kan iyu"
"O ya? Ikan hiu?"
"Tan iyu",ia kembali ke logat lamanya.
"Tadem"
"Apanya?"
"Didi"
"Mana? Gak ada giginya tuh..Bunda gak lihat"
"Tuh..tuh..", katanya sambil menunjuk mulut ikan plastik itu.
"Kalau ini, apa namanya, Vier?", tanyaku sambil menunjuk ekor ikan plastik itu.
"Etoll"
"Ikan punya ekor ya..kalau Vier, punya ekor ga ya?"
".............."
Vier tak menjawab, hanya sibuk berputar-putar, seperti mencari-cari sesuatu di belakangnya, yang tak kunjung ia temukan. Aku pun bengong melihatnya."Kamu lagi ngapain, Vier?", tanyaku, "Vier cari apa?"
"Eeetolll", katanya.
"Ekor Vier?", tanyaku.
"Manya?", ia balik tanya kepadaku.
"Dak ada", katanya.
"Iya, ekormu gak ada di luar, adanya di dalam, di sini.", kataku sambil menunjuk bagian tulang belakangnya.
"Vier, ekor Vier ada di dalam, gak kelihatan. Namanya tulang ekor, bukan ekor seperti ikan, Nak."
---
Oalaaahh...rupanya ia sibuk mencari ekornya, yang ia bayangkan seperti ekor ikan plastik itu. Mungkin masih sulit buat Vier membayangkan ekor yang ada di dalam tubuhnya. Tapi tak apalah. Setidaknya, ini adalah awal baginya belajar mengenali tubuhnya.
Arsha Vierrizki Harwoko
ARSHA means ancient spiritual knowledge. In ancient times in India, the spirituality and science were not in contradiction to each other.Rishis were scientists as well as revealer of spiritual knowledge to the society. They were able to explain matter, life as well as cosmic energy. (Terjemahan bebas: ARSHA berarti pengetahuan spiritual kuno. Pada zaman kuno di India, spiritualitas dan ilmu pengetahuan tidak bertentangan satu sama lain. Resi adalah ilmuwan sekaligus pewahyu pengetahuan spiritual untuk masyarakat, mereka mampu menjelaskan materi, hidup serta energi kosmik)
-http://www.arshayoga.org/-
Arsha Vierrizki Harwoko |
Kata "ARSHA" itulah yang pertama kali terlintas di benak saya 16 bulan yang lalu, ketika saya sedang mencari-cari nama untuk anak pertama kami. Terus terang, kami baru memikirkan nama untuk anak ketika kehamilan saya mulai memasuki usia 8-9 bulan. Bulan-bulan sebelumnya kami begitu "cuek", santai saja menikmati kehamilan sambil tetap melakukan aktivitas seperti biasa, bekerja, mengedit film pendek dan video dokumentasi, melakukan penelitian, nonton di bioskop, jalan-jalan, makan di angkringan sampai memasak bersama.
Suami saya juga tak kalah serunya berburu nama untuk anak pertamanya. Hanya saja cara kami berbeda. Saya mulai mencari nama dengan membeli buku kumpulan nama-nama bayi, kemudian menyambung-nyambungkannya dengan kata yang lain, browsing di internet, sampai mencari-cari di koran. Suami saya mencari nama untuk anak kami dengan cara merenung sambil menikmati sebatang rokok, duduk di atas jok motornya. Cukup lama ia duduk di atas jok motornya, merenungkan nama yang menurutnya tepat untuk anak pertamanya. Diam, ia hanya menatapi langit malam hari sambil otaknya sibuk mengotak-atik deret huruf untuk memberi makna pada sebuah nama.
Tiba-tiba ia melompat dari jok motor yang sedari tadi menjadi 'singgasana'-nya, dan bergegas menghampiri saya, yang masih berkutat dengan laporan penelitian. "Bun, Pa'e mau anak kita namanya VIER!!", katanya dengan mata berbinar. Saya terperangah melihatnya, kaget bercampur bengong karena ia tiba-tiba ada di hadapan saya. "Vier??", saya mengulangi kata itu dengan penuh tanya. Sepertinya ia memahami kebingungan saya, "Iyaa, Vier aja ya, Bun. Itu singkatan nama kita, Vi-nya diambil dari nama Bunda, Er-nya diambil dari nama Pa'e. Bagus kan, Bun? Kayanya belum ada anak yang namanya begitu. Kalau Bunda maunya dikasih nama siapa, Bun? Ada yang bagus gak di buku itu? Kalau ada yang bagus, kita sambungin aja, Bun. Ada gak, Bun?", ia bertanya seolah menginterogasi. Sepertinya, baginya, urusan nama anak ini harus segera dibereskan, agar ia bisa berkonsentrasi untuk menyiapkan kelahiran anak kami.
"Ada."
"Apa, Bun?"
"Arsha"
"Artinya?"
Saya kemudian menunjukkan padanya sebuah halaman website.
"Bagus juga nama itu, Bun. Pa'e juga mau nama itu dipakai. Gimana nyambunginnya?", ungkapnya setelah merenungi halaman website itu. Saya juga bingung, dan hanya bisa diam, sambil mikir.
"Arsha...Vier...Arsha...Vier...gimana ya?"
"Gimana kalau ARSHA VIERRIZKI saja? Nyambung gak, Pak?"
"Hmm...nyambung, Bun. Belakangnya tambahin Harwoko ya, Bun. Jadinya ARSHA VIERRIZKI HARWOKO, gimana, Bun?
"Bolleehh..kedengerannya OK juga ya, Pak."
"Ya udah, Bun. Itu aja ya namanya. Pa'e catet yaa.."
"Ha?? Dicatet?? Gak salah niyy??" tanya saya dalam hati, dan sepertinya ia mengerti kebingungan saya, "Iyaa, Bun. Ini Pa'e catet, biar fix. Biar gak berubah lagi, jadi nanti kalau ditanya sama suster di rumah sakit, Pa'e bisa langsung kasih catetannya. Siapa tau Pa'e gugup, terus lupa.".
Owalaaahh..suamiku sayang..jujur, saya tidak terpikir sampai kesana. Rupanya Pa'e begitu detail mempersiapkan kelahiran anak kami.
Tak lama setelah pembicaraan itu, "Bun, nanti kalau namanya Arsha Vierrizki Harwoko, nama panggilannya siapa ya?", hah?? Hal ini juga tidak terpikirkan oleh saya. Pertanyaan-pertanyaannya selalu membuat saya terhenyak dan sadar, ada yang belum terselesaikan. Saya jadi mikir.
"Bun, kok diam?", lama ia menunggu saya berucap.
"Kalau kita panggil dia VIER aja gimana, Pak?"
"Vier? Gak Arsha aja, Bun?"
"Kayanya Arsha kok kedengerannya berat ya, Pak. Gimana?"
"Vier juga seru tuh, Bun. Ya udah, kita panggil Vier aja."
"Yaa..tapi yang ini gak usah dicatet", kata saya.
Keesokan harinya, "Bun, mulai hari ini kita mulai panggil dia dengan namanya ya.. Bunda panggilnya jangan bayi lagi, panggilnya Vier ya, Bun." Saya hanya bisa tersenyum, dan menahan air mata yang berebutan ingin mengucur.
Sejak hari itu, ia bernama. Ia adalah Arsha Vierrizki Harwoko, anak pertama kami. Nama panggilannya adalah Vier.
Rindu Tanah pada Hujan
Tak ada yang paling kurindukan ketika hujan tiba,
selain bau tanah yang basah oleh tetesan hujan.
Mungkin itu juga yang dirindukan tanah pada hujan.
Pertemuan yang sakral, dimalam yang hening, nyaris kudus.
Pertemuan tanah dengan tetes hujan.
Tiap sentuhan tetes hujan pada tanah,
menguarkan aroma rasa rindu yang dalam,
menyesakkan sekaligus melegakan,
menenangkan sekaligus meresahkan,
memiliki sekaligus kehilangan.
Yang tersisa dari pertemuan itu,
hanya bau yang kukenali sebagai bau tanah yang basah oleh tetesan hujan.
selain bau tanah yang basah oleh tetesan hujan.
Mungkin itu juga yang dirindukan tanah pada hujan.
Pertemuan yang sakral, dimalam yang hening, nyaris kudus.
Pertemuan tanah dengan tetes hujan.
Tiap sentuhan tetes hujan pada tanah,
menguarkan aroma rasa rindu yang dalam,
menyesakkan sekaligus melegakan,
menenangkan sekaligus meresahkan,
memiliki sekaligus kehilangan.
Yang tersisa dari pertemuan itu,
hanya bau yang kukenali sebagai bau tanah yang basah oleh tetesan hujan.
Perkenankanlah Aku Mencintaimu
Perkenankanlah aku mencintaimu
seperti ini
Tanpa kekecewaan yang berarti
Meski tanpa kepastian yang pasti
Harapan-harapan yang setiap kali
dikecewakan kenyataan
Biarlah dibayar oleh harapanharapan
baru yang menjanjikan...
Perkenankanlah aku mencintaimu
semampuku
Menyebut-nyebut namamu
dalam kesendirianpun lumayan
Berdiri di depan pintumu tanpa harapan
kau membukakannyapun terasa nyaman
Sekali-kali membayangkan kau memperhatikan
pun cukup memuaskan
perkenankanlah aku mencintaimu sebisaku...
-A. Mustofa Bisri-
Ode untuk Teman
Pertemuan denganmu
sebuah kebetulan
-tentu saja bukan kecelakaan-
Kau diluar rencanaku
menggembirakan diri
tampil di sela-sela kemanjaanmu
Beginikah rasanya punya teman?
Hiruk pikuk hari-hari
lewat saja, ringan saja
dan kau memenuhi kekosongan
Kita berteman saja,
aku tak punya niat terlalu jauh
Hanya kurasakan kesegaran
yang penuh saat bersamamu
Kurasakan kelancaran nafas hidup
Kurasakan detil dunia dalam matamu
Kurasakan sukacita waktu dalam gerakmu
Aku jadi temanmu saja
menyediakan detik-detik untukmu,
rauplah sesukamu,
datanglah mengeluh,
hiruplah kebaikan
sejauh ada padaku
Kita berteman saja:
sebuah kenyataan
yang sangat mungkin abadi,
menjelma kupu-kupu indah di suatu pagi,
dengan bunga-bunga dan suara burung
Meski kau akan berlayar jauh dengan kekasih
aku adalah pelabuhan kala kau sendiri
Kita berdua memecah kesunyian,
membikin dunia terjaga
dan bersama bergembira
Kita berteman saja
Sambil tetap berdoa
demi ketulusan hati
yang kuingin tetap begitu
Ya kita berteman saja
dalam hidup ini
dan nanti.
-Bagus Takwin, dalam "Bermain-main dengan Cinta", 2001-
sebuah kebetulan
-tentu saja bukan kecelakaan-
Kau diluar rencanaku
menggembirakan diri
tampil di sela-sela kemanjaanmu
Beginikah rasanya punya teman?
Hiruk pikuk hari-hari
lewat saja, ringan saja
dan kau memenuhi kekosongan
Kita berteman saja,
aku tak punya niat terlalu jauh
Hanya kurasakan kesegaran
yang penuh saat bersamamu
Kurasakan kelancaran nafas hidup
Kurasakan detil dunia dalam matamu
Kurasakan sukacita waktu dalam gerakmu
Aku jadi temanmu saja
menyediakan detik-detik untukmu,
rauplah sesukamu,
datanglah mengeluh,
hiruplah kebaikan
sejauh ada padaku
Kita berteman saja:
sebuah kenyataan
yang sangat mungkin abadi,
menjelma kupu-kupu indah di suatu pagi,
dengan bunga-bunga dan suara burung
Meski kau akan berlayar jauh dengan kekasih
aku adalah pelabuhan kala kau sendiri
Kita berdua memecah kesunyian,
membikin dunia terjaga
dan bersama bergembira
Kita berteman saja
Sambil tetap berdoa
demi ketulusan hati
yang kuingin tetap begitu
Ya kita berteman saja
dalam hidup ini
dan nanti.
-Bagus Takwin, dalam "Bermain-main dengan Cinta", 2001-
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
bisa download musikalisasi puisinya di: http://www.4shared.com/mp3/Lo81idDQ/sapardi_djoko_damono_-_aku_ing.html
Mirip Patah Hati
![]() |
http://www.rajanembak.com/2012/01/puisi-sakit-hati.html |
Berbagai peristiwa yang saya alami beberapa hari ini telah meluruhkan bangunan rasa percaya saya pada seseorang, menghancurkan rasa hormat saya pada beberapa orang dan menghapuskan kepedulian saya pada hal-hal yang seharusnya menjadi perhatian saya. Hati ini rasanya sudah tidak mampu lagi menampung pedih dan luka yang bertubi-tubi. Kecewa, menyesal, marah, sedih, nelangsa, tak berdaya, tidak terima, benci, cemburu, ingin membalas dendam, bahkan rasa ingin lari atau bunuh diri datang silih berganti, hingga hati ini nyaris mati rasa.
Sebenarnya saya pernah merasakan perasaan seperti ini. Tepatnya ketika saya dan mantan pacar saya menyatakan bahwa kami telah mengakhiri hubungan kami. Perasaan seperti patah hati ketika putus dengan mantan pacar saya itulah yang saya rasakan sekarang. Cuma yang sekarang lebih sakit karena melibatkan lebih banyak orang, melibatkan kesepakatan-kesepakatan yang terlanggar dan terabaikan, melibatkan perasaan yang lebih dalam karena peran-peran tertentu yang saya sandang sekarang, artinya, juga melibatkan hampir sebagian besar hidup saya. Itulah yang membuat perasaan mirip patah hati ini menjadi begitu menyakitkan buat saya sekarang.
Sekedar Mencatat
Saya meniatkan pada diri sendiri untuk membuat catatan tentang apa saja yang menarik buat saya dalam satu hari. Saya meniatkan pada diri sendiri untuk meluangkan waktu, diantara aktivitas saya, untuk sejenak menuliskan apa saja yang terjadi, dan mencoba memaknainya, sesuai dengan pemahaman saya.
Saya meniatkan pada diri sendiri untuk menuliskan apa yang terjadi, sebagai pengingat dalam hidup saya. Saya meniatkan pada diri sendiri untuk mencatat apa saja yang mampu saya catat, sebagai bagian dari terapi hati yang saya mulai jalani sejak detik ini.
Bismillah...semoga Allah meridhoi niat saya ini.
Saya meniatkan pada diri sendiri untuk menuliskan apa yang terjadi, sebagai pengingat dalam hidup saya. Saya meniatkan pada diri sendiri untuk mencatat apa saja yang mampu saya catat, sebagai bagian dari terapi hati yang saya mulai jalani sejak detik ini.
Bismillah...semoga Allah meridhoi niat saya ini.
Langganan:
Postingan (Atom)